News Details
![](https://bbkkmakassar.kemkes.go.id/assets/img/news/0fc3b638f1937d23a010d13876db7198.png)
Perangi Infeksi Laten TBC Menuju Indonesia Bebas TBC 2030
Tuberkulosis (TBC ) masih menjadi
beban kesehatan yang penting di Indonesia dan menimbulkan masalah yang kompleks
secara medis dan sosial, ekonomi dan budaya. Berdasarkan WHO Global TB Report
2020, Indonesia merupakan negara dengan beban TBC tertinggi kedua di dunia .
Penularan dan perkembangan penyakit TBC semakin meluas karena dipengaruhi oleh
faktor sosial seperti kemiskinan, urbanisasi, gaya hidup tidak aktif,
penggunaan tembakau dan alkohol (WHO, 2020).
TBC menjadi
tantangan pembangunan Indonesia karena 75% penderita
TBC berada pada kelompok usia produktif, 15-54 tahun (Riskedas, 2018).
Lebih dari 25% pasien TBC dan 50% pasien TBC
resistan obat berisiko kehilangan pekerjaan karena penyakit ini (Subdirektorat
Tuberkulosis, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019). Berkurangnya
produktivitas atau kehilangan pekerjaan karena kecacatan, biaya pengobatan, dan
biaya non-medis langsung seperti biaya transportasi dan nutrisi berkontribusi
pada beban ekonomi rumah tangga penderita TBC .
Sustainable Development Goals (SDGs) adalah rencana aksi global yang
disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, untuk mengakhiri
kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan melindungi lingkungan. SDGs memuat 17 tujuan
dan 169 target yang diharapkan tercapai pada tahun 2030. Prinsip SDGs bersifat universal, terintegrasi dan
inklusif, untuk memastikan tidak ada seorang pun yang tertinggal sendirian atau
disebut no one left behind. Sebagai wujud komitmen politik
pemerintah dalam implementasi SDGs, Presiden Jokowi pada 4 Juli 2017
menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) SDGs Nomor 59 Tahun 2017,
tentang Implementasi Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Perpres
tersebut merupakan komitmen agar pelaksanaan dan pencapaian SDGs dilakukan
secara partisipatif dengan melibatkan semua pihak. Termasuk
dalam tujuan SDGs adalah menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong
kesejahteraan bagi semua untuk segala usia, dimana salah satu targetnya adalah
mengakhiri epidemi tuberkulosis pada tahun 2030.
Sejalan dengan
tujuan dan target SDGs, Presiden Jokowi telah mengeluarkan Peraturan Presiden
nomor 67 Tahun Tahun 2021 tentang Pengendalian Tuberkulosis yang bertujuan
menjadi acuan bagi Kementerian/Lembaga, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota,
Pemerintah Desa, dan Stakeholder lainnya dalam pelaksanaan Penanggulangan TBC.
Salah satu strategi nasional pemberantasan tuberkulosis yang disebutkan dalam Perpres tersebut adalah intensifikasi upaya kesehatan dalam rangka
penanggulangan TBC dimana salah satu upaya intensifikasi yang digalakkan adalah pemberian obat pencegahan.
Terapi
Pencegahan Tuberkulosis (TPT) yang dimaksud diberikan pada Infeksi
Tuberkulosis Laten (ILTB). ILTB adalah suatu kondisi dimana sistem kekebalan
tubuh orang yang terinfeksi tidak mampu sepenuhnya menghilangkan Mycobacterium
tuberculosis dari dalam tubuh tetapi mampu mengendalikan bakteri TBC sehingga
tidak timbul gejala penyakit TBC. Penderita ILTB jika dilakukan pemeriksaan Tuberculin
Skin Test (TST) atau Interferon Gamma-Release Assay (IGRA) hasilnya
positif, namun hasil pemeriksaan rontgen dada normal dan hasil pemeriksaan
dahak dan Xpert MTB/Rif® negatif .
Pemberian TPT
kepada kelompok sasaran di atas diharapkan dapat mencegah seseorang yang
berisiko tertular TBC, memutus mata rantai penularan TBC,
dan mencapai eliminasi TBC pada tahun 2030. Pemberian TPT saat
ini diperluas dengan memberikan pembinaan jangka pendek dengan pemberian selama
3 bulan dengan INH dan Rifapentine (3HP) setiap minggu dan pengobatan selama 3
bulan dengan INH dan Rifampicin (3HR) setiap hari sesuai rekomendasi terbaru
WHO tahun 2020 untuk meningkatkan cakupan dan angka kepatuhan pengobatan.
Kegiatan
penyediaan TPT dalam kasus ILTB perlu melibatkan semua pihak antara lain
Instansi Pemerintah Pusat (Kementerian/Lembaga), pemerintah daerah hingga
fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), fasilitas kesehatan rujukan
lanjutan (FKRTL) dan melibatkan sektor lain seperti Lapas/Rutan, lembaga
pendidikan, dll. Keterlibatan termasuk dalam kegiatan promotif TBC
lainnya, sosialisasi ILTB, skrining pada populasi rentan dan pengembangan
aplikasi skrining mandiri berbasis ponsel sehingga sejalan dengan kampanye TBC 2022; Semua
Orang Harus Tahu TBC”.
Latest News
- KEMITRAAN DIKLAT BBKK MAKASSAR DILEBARKAN DENGAN KERJASAMA PENDIDIKAN NON KESEHATAN
- PERKUAT IMPLEMENTASI KEKARANTINAAN KESEHATAN, BBKK MAKASSAR MELAKUKAN KERJASAMA DENGAN UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO
- Tingkatkan Keamanan Pangan, BBKK Makassar Laksanakan Edukasi bagi Penjamah Makanan di Lingkungan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin
- Upaya Tingkatkan Implementasi SSm Pengangkut : KSOP Makassar gelar Rapat Koordinasi
- PENGAWASAN PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR DI BALAI BESAR KARANTINA HEWAN, IKAN DAN TUMBUHAN (BBKHIT) WILKER PELABUHAN MAKASSAR