News Details

Transisi Epidemiologi dan Pergeseran Pola Penyakit

Info
dikirim pada Nov 30, 2015 4:15 PM
oleh: A. Arsunan Arsin - FKM UNHAS

Kondisi geografis dan lingkungan di Indonesia yang beraneka ragam,  menimbulkan ‘disparitas’ pola dan gaya hidup berbeda satu sama lainnya, kondisi ini berpotensi menciptakan transisi epidemiologi penyakit antar satu kawasan dengan kawasan lainnya. Transisi yang dimaksud adalah perubahan distribusi dan faktor risiko/penyebab dan menimbulkan masalah kesehatan yang baru, ditandai dengan terjadinya  perubahan frekuensi dan pergeseran pola penyakit di masyarakat. Transisi epidemiologi di Indonesia berefek pada  beban pelayanan ‘triple burden’  masalah kesehatan di masyarakat, antara lain penanganan  penyakit infeksi, penyakit non infeksi dan penanganan masalah penyakit-penyakit kronis. Pergeseran pola penyakit sebagai penyebab kematian, telah terjadi perubahan signifikan, yakni tren peningkatan  penyakit-penyakit tidak menular dari 41% tahun sebelumnya menjadi 59,5%, dan tren penurunan  penyakit-penyakit menular dari 44% tahun sebelumnya menjadi 26,1%  (Riskesda, Depkes, 2012).   

       Transisi epidemiologi di Indonesia ditandai  dengan tren peningkatan penyakit non infeksi di satu pihak, saat bersamaan pengendalian penyakit-penyakit infeksi belum optimal, seperti malaria, DBD, TB, diare dan ISPA , dan di lain pihak juga  terjadi tren peningkatan angka penyakit menular baru (new comunicable disease)  seperti HIV (1981), SARS (2003), Avian Influenza (2004), H1N1 (2009), dan bukan tidak mungkin (kalau tidak diproteksi) dalam waktu dekat virus Ebola dan Mers-CoV akan menyambangi Indonesia, mengingat tingginya mobilitas penduduk dari dan ke negeri endemik kedua jenis virus tersebut. Penyakit-penyakit  ini berpotensi memunculkan ‘kedaruratan baru’  sehingga sering disebut ‘new emerging disease’, salah satu faktor determinannya adalah, virus yang teridentifikasi mengalami mutasi gen dari virus terdahulu, virus-virus ini sangat kuat dan tahan terahadap obat-obatan, sehingga serangan  virus  terhadap penderita virulensinya tinggi serta  case fatality rate (CFR) juga cukup tinggi. Virus ini awal-mula ‘menjalar’ kejadiannya diidentifikasi  terbawa penderita  dari luar ‘import disease’, tapi karena iklim dan alam geografis Indonesia  cukup kondusif serta memberi peluang  virus (penyakit) tersebut menjadi endemik dan menetap di Indonesia.              

Aging population

        Tujuan utama pembangunan nasional jangka menengah dan panjang di bidang kesehatan adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, salah satu indikator adalah   meningkatnya usia harapan   ‘life-expectancy’ hidup (UHH) setiap penduduk Indonesia diperkirakan 73,7 tahun dicapai pada tahun 2025.  Berdasarkan data dari badan pusat statistik (BPS), UHH sekarang 70,1 tahun (2010-2015), terdapat peningkatan dari  periode tahun sebelumnya (2005-2010) hanya 69,1 tahun. Dengan semakin meningkatnya UHH penduduk Indonesia, konsekuensi logis yang harus dihadapi adalah  terjadinya dinamika pergeseran interaksi kehidupan di tengah masyarakat, termasuk  perubahan  pola penyakit,  pola pengobatan dan pelayanan kesehatan di masyarakat disertai meningkatnya upaya rehabilitatif.

      Meningkatnya insiden penyakit yang terkait usia atau penuaan  ditandai dengan struktur piramida penduduk kita yang tidak lagi mengerucut, tapi komposisi proporsi penduduk dengan usia lanjut ‘aging population’ mengalami peningkatan  signifikan. Penyakit terkait penuaan ‘geriatric’ ini, bisa ditemukan dengan semakin besarnya proporsi populasi mengalami penyakit degeneratif,  seperti diabetes mellitus (DM), stroke, penyakit jantung koroner yang diawali dengan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), obesitas dan beberapa penyakit lainnya. Penyakit degeneratif tersebut merupakan penyakit tidak menular yang perlangsungannya lama atau kronis. Kondisi ini cukup serius sehingga badan kesehatan dunia (WHO, 2009) mengeluarkan ‘warning’ penyelamatan penduduk dari ‘global epidemic degenerative disease’, kampanye  WHO bertujuan menyelamatkan kehidupan sekitar 36 juta penduduk dari ancaman kematian karena penyakit degeneratif sampai tahun 2015. Beberapa faktor dianggap berperan dalam meningkatnya penyakit degeneratif pada penduduk usia lanjut, antara lain penurunan fungsi metabolisme hormon yang mengatur disribusi lemak dalam tubuh, hal ini meyebabkan seringnya lemak berkumpul di bagian tubuh tertentu (misalnya hanya di perut), juga menurunnya elastisitas pembuluh darah karena penuaan dan berkurangnya sirkulasi zat nutrisi dan oksigen oleh aliran darah ke seluruh bagian organ tubuh.

Tren penyakit usia muda

     Beberapa hasil penelitian dan data Riskesda, 2013, menunjukkan bahwa penyakit kronis seperti hipertensi dan jantung koroner, gagal ginjal, diabetes mellitus, stroke dan kanker mengalami peningkatan prevalensi dari waktu ke waktu pada penduduk di usia  relatif muda (15 – 44 tahun). Pola penyakit seperti ini biasanya banyak dijumpai pada penderita dengan usia yang sudah lanjut, tapi polanya  sudah mulai berubah dengan merambah masuk ke golongan penduduk usia muda. Beberapa faktor risiko sebagai pemicu, bisa disebutkan antara lain faktor genetik dan riwayat keluarga, pergaulan dan gaya hidup seperti merokok dan alkoholik serta pola makan serba ‘instan` dan siap saji (fastfood). Intake  rendah serat, kurangnya aktifitas fisik, hidup dalam lingkungan dengan tuntutan dan tekanan hidup yang tinggi serta terbatasnya waktu untuk relaksasi.    

Transisi

      Pergeseran pola penyakit terjadi seiring dengan perubahan sosial ekonomi masyarakat, dampak industrialisasi dan globalisasi, faktor gaya hidup, serta meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia. Tentunya pergeseran ini berdampak pada perubahan pola pelayanan kesehatan di semua level tingkatan.    

     Transisi epidemiologi telah terjadi dan diprediksi berlangsung dalam waktu yang cukup lama !!!         

KOMENTAR

Tinggalkan Pesan





Ada yang bisa kami bantu?