News Details

Vaksin Palsu Meresahkan Masyarakat

Info
dikirim pada Jul 24, 2016 7:42 PM
oleh: A Arsunan Arsin Pembina Utama FKM Universitas Hasanuddin

Jagat raya dunia kesehatan masyarakat Indonesia kembali dikagetkan dengan ditemukannya peredaran vaksin palsu,  investigasi sementara dilaporkan kejadian ini telah berlangsung tidak  kurang dari sepuluh tahun belakangan. Sungguh ironis, kalau memang peredaran vaksin palsu tidak terpantau dari awal, sebab bisa saja banyak orang terlibat dan dilibatkan dalam masalah vaksin palsu ini. Berita yang dilansir media (Kompas, 15-07-‘16), melaporkan 14 rumah  sakit dan 8 klinik/bidan praktek dinyatakan sebagai penerima distribusi vaksin palsu, artinya bukan tidak mungkin sentra dan tempat  perawatan tersebut telah menggunakan vaksin palsu untuk melayani pasien, dalam hal ini  anak (bayi dan balita)  adalah kelompok usia paling membutuhkan vaksin, bisa dibayangkan  kelompok usia inilah  berisiko ‘high-risk’ tinggi karena dengan pemberian vaksin dapat menjaga dan memproteksi diri dari berbagai ancaman penyakit, mengapa sangat perlu anak   diberikan vaksin? Karena daya tahan ‘imun’ tubuh belum cukup untuk menangkal penyakit infeksi yang penularannya sangat cepat di tengah masyarakat.

Vaksinas

Vaksinasi adalah pemberian vaksin yang berisi kuman atau patogen yang terukur, ke dalam tubuh, sehingga dapat merangsang terbentuknya antibodi atau zat imun dalam mencegah penyakit tertentu yang menginfeksi tubuh seseorang. Vaksin merupakan supspensi mikroorganisme antigen (virus atau bakteri patogen) yang permukaan/toksinnya telah dimatikan atau dilemahkan. Pemberian vaksin  menyebabkan tubuh bereaksi membentuk antibodi, sehingga kebal atau ‘imun’ terhadap penyakit infeksi di kemudian hari, anak yang divaksinasi bisa tercegah dan kebal dengan  penyakit tertentu, berbeda dengan anak yang tidak divaksinasi maka  nantinya kebal terhadap penyakit setelah sembuh  dari penyakit tertentu.   

Vaksinasi bukanlah tindakan pengobatan melainkan sebatas pencegahan dalam menangkal bibit penyakit. Anak sangat membutuhkan vaksin, karena secara fisiologis daya tahan tubuh belum optimal terbentuk. Terdapat lima program  wajib untuk pemberian vaksin pada  imunisasi anak,  untuk penyakit  tuberkulosis (BCG),  penyakit dipteri, pertusis dan tetanus  (DPT), penyakit polio (Polio), dan  penyakit campak (Campak). Beberapa vaksin lainnya berupa anjuran untuk diberikan, antara lain vaksin hepatitis B dan meningitis.

Pada prinsipnya pemberian vaksin untuk program imunisasi yang digalakkan oleh pemerintah, adalah mewujudkan masyarakat sehat sejak masa kanak-kanak yang pada gilirannya menciptakan ‘generasi sehat’ dan produktif. Vaksinasi dapat mereduksi  peluang timbulnya penularan penyakit di tengah masyarakat, hal ini sekaligus memberikan investasi kesehatan jangka panjang terhadap generasi harapan bangsa.


Sekilas tentang vaksin

Istilah vaksin pertama kali diperkenalkan Edward Jenner (1796), seorang dokter berkebangsaan Inggris meneliti seorang pasien yang terkena penyakit cacar (diketahui sebagai penyakit menular ‘crowpox’ pada sapi), cairan dari cacar penderita dipindahkan ke seorang anak kecil (melaului goresan kecil dilengannya), akibatnya anak tersebut terkena crowpox tetapi dengan cepat mengalami kesembuhan. Eksperimen ini berhasil, dan Jenner menamakannya vaksin yang berarti sapi (bahasa latin, vacca=sapi). Kemudian organisasi kesehatan dunia (WHO) melansir beberapa jenis vaksin yang  pertama kali digunakan pada manusia, yaitu vaksin cacar (1798), rabies (1885), pes (1897), difteri (1923), pertusis (1926), tubekulosis (1927), dan yellow fever (1935). Polio (suntik;1955 dan oral;1962), campak (1964), mumps (1967), rubella (1970), dan hepatitis B (1981). Penemuan beberapa jenis vaksin ini telah berhasil mengendalikan penyakit menular yang dimaksud dan mewabah ‘pandemi’ keseluruh belahan dunia, sejak itu umat manusia sangat tertolong dengan keberadaan vaksin tersebut.


Vaksin palsu

Kita semuanya bersepakat bahwa `barang` apa saja yang palsu, cenderung menimbulkan reaksi `resistensi` penolakan di tengah masyarakat luas, tidak terkecuali isu merebaknya peredaran vaksin palsu. Dengan terungkapnya beberapa fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan klinik sebagai penerima distribusi vaksin palsu, tentunya menambah panjang cerita ‘pelayanan kesehatan di negeri ini masih jauh dari harapan’, masyarakat nota-bene masih sangat banyak ‘awam’ tentang pengobatan, apatah lagi dengan membedakan yang mana vaksin orginal/asli dan imitasi/palsu, masyarakat awam dalam posisi paling dirugikan. Beberapa masalah kesehatan akan ditimbulkan dengan pemberian vaksin palsu, antara lain bayi dan balita akan dengan mudah jaringan tubuh terinfeksi penyakit  (bakteri dan virus),  bisa menimbulkan respon tubuh seperti alergi, nafsu makan berkurang, nafas lebih cepat dari biasanya dan juga bisa berakibat bayi dan anak mengalami keracunan. Paling menghawatirkan adalah munculnya efek ‘side-effect’ samping dan menetap pada organ yang tepapar dengan vaksin palsu.           

  

Pertanyaan muncul, mengapa bisa diproduksi vaksin palsu di Indonesia? Jawaban klasik dapat ditebak yakni motif ekonomi, vaksin asli harganya jauh lebih mahal dibanding yang palsu, informasi beredar bahwa vaksin yang dipalsukan adalah vaksin  yang materi dan bahannya susah didapat dan juga import,  sampai sekarang belum dilaporkan mengenai indikasi motif lainnya.


Masyarakat menaruh harapan besar pada aparat hukum untuk menindak tegas pelaku produsen vaksin palsu dan  jaringannya. Allahuallam Bisysyawwabe.

KOMENTAR

Tinggalkan Pesan





Ada yang bisa kami bantu?