News Details
![](https://bbkkmakassar.kemkes.go.id/assets/img/news/d1faa01dee3c8fe64f7983f7826da10a.jpg)
Penguatan Jejaring Kerja Surveilans Epidemiologi Kesehatan Haji
Tujuan Penyelenggaraan ibadah Haji sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji adalah memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi jemaah haji sehingga dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam dengan meyediakan layanan administrasi, bimbingan ibadah haji, akomodasi, transportasi, keamanan dan pelayanan kesehatan sejak di tanah air, selama di Arab Saudi dan pada saat kepulangan ke tanah air.
Pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dalam bidang kesehatan kepada jemaah haji, perlu pula memperhatikan dan mempertimbangkan amanah Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, termasuk jemaah haji. Untuk memberikan perlindungan pelayanan kesehatan maka setiap jamaah haji wajib memiiki Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang tertuang dalam PMK No 62 Tahun 2016 yang mensyaratkan setiap jamaah haji wajib memiliki jaminan kesehatan nasional.
Ibadah haji adalah
ibadah fisik, sehingga jemaah haji dituntut mampu secara fisik dan rohani agar
dapat melaksanakan rangkaian ibadah haji dengan baik, lancar dan benar. Salah
satu kegiatan penyelenggaraan kesehatan haji yang sangat penting dan strategis
adalah pemeriksaan kesehatan,
pengukuran kebugaran dan pembinaan kesehatan. Ketentuan tentang pemeriksaan,
pelayanan dan pembinaan kesehatan sudah diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2016 tentang Istithaah Kesehatan Jemaah Haji dan PMK
No 62 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Haji.
Tugas pokok dan fungsi
KKP, adalah cegah tangkal penyakit melalui pintu masuk negara. Perjalanan ibadah haji merupakan perjalanan internasional, maka KKP memegang peranan dan tanggung jawab dalam pembinaan dan pelayanan
kesehatan calon jemaah haji, selama di asrama haji
(Embarkasi) dan ketika kembali di tanah air (Debarkasi). Di titik silang inilah peran penting KKP dalam
melaksanakan tugas pokoknya mengawal kesehatan bangsa dari transmisi penularan
penyakit melalui jemaah haji. Sehubungan dengan tugas pokok tersebut maka diperlukan koordinasi antar stakeholder terkait dalam penyelenggaraan kesehatan
haji di embarkasi/debarkasi baik UPT Pusat maupun Pemerintah Daerah. Berkenaan dengan hal tersebut maka dilakukan
upaya penguatan jejaring kesehatan haji di embarkasi dan debarkasi guna
menghadapi operasional haji tahun 2018 yang dilaksanakan di Hotel Remcy Makasaar
dari tanggal 21-23 Februari 2018.
Tujuan yang diharapkan dari pertemuan ini adalah mendapatkan informasi, pemahaman dan kerangka kerja sama meliputi kebijakan kekarantinaan kesehatan, tersosialisasinya Penerapan e-BKJH, implementasi penerapan Surat Edaran Dirjen apenyelanggaraan Haji dan Umrah (PHU) tentang Persiapan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji di Dalam Negeri Tahun 1439 H/2018 M, penerapan PMK No.15 Tahun 2016 Tentang Istithaah Kesehatan Jamaah Haji di Propinsi Sul-Sel, mekanisme pelaksanaan surveilans haji dan umrah di wilayah pasca kedatangan, evaluasi pemberian notifikasi suhu pada jamaah haji, laik dan tidak laik terbang bagi jemaah haji, pemantauan kesehatan jemaah haji pasca kepulangan di Kab/Kota dan penerapan program keluarga sehat bagi jemaah haji.
Pertemuan telah dilaksanakan pada
tanggal 21 sampai 23 Februari 2018 di Hotel Remcy Makassar dengan jumlah
peserta sebanyak 70 orang yang berasal dari Dinas Kesehatan Prop. Sulsel, Dinas
Kesehatan Prop. Sulbar, Kanwil Kementerian Agama Prop. Sulsel, UPT Asrama Haji
Sudiang Makassar RSUP Dr. Wahidin Sudiro Husodo, Pengelola Kesehatan Haji
Dinkes Kab/Kota Lingkup Prop. Sulsel dan Prop. Sulbar, dan KKP Kelas I
Makassar. Selain itu hadir juga beberapa KKP Regional Timur seperti KKP
Ternate, KKP Sorong, KKP Kendari, KKP Merauke, KKP Gorontalo, dan Dinkes
Propinsi Sulawesi Tenggara.
Pertemuan dibuka oleh Kadinkes Propinsi Sulawesi Selatan
Bapak Dr.dr.Rachmat Latief, SpPD-KPTI, FINASIM. Kadinkes Propinsi Sulawesi
Selatan menyampaikan bahwa sesuai PMK
15 Tahun 2016 tentang Istithaah Kesehatan Jamaah Haji, bahwa penetapan istitaah
jamaah haji sudah harus selesai di Kab/Kota dan tidak lagi ditentukan di
embarkasi. Pada embarkasi 2017 yang lalu masih banyak jamaah haji yang tidak
istitaah tapi mereka lolos masuk embarkasi sehingga menambah beban pekerjaan
pada petugas yang seharusnya hanya melihat kondisi laik atau tidak laik terbang
pada jamaah haji tersebut. Diharapkan pada pelaksanaan haji tahun 2018 yang akan
datang sudah tidak ada lagi jemaah haji yang tidak istitaah masuk asrama haji.
Hal ini juga diperkuat pernyataan
dari Kepala Bidang Haji Kanwil Kemenag Sulsel Dr. H. Kaswad Sartono, M.Ag bahwa dengan
keluarnya Surat Edaran Dirjen PHU Kementerian Agama RI Nomo 4001 Tahun 2018 Jemaah
Haji yang mendapatkan Surat Panggilan Masuk Asrama (SPMA) adalah jemaah
haji dengan kondisi kesehatan sudah istitaah, memiliki visa, dan telah
melakukan vaksinasi meningitis. Selain itu jamaah haji juga wajib memiliki
kartu BPJS dalam persyaratan pelunasan ONH. Diharapkan
Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota bersama Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota membentuk Tim Isthitaah Kesehatan Haji Daerah.
Kepala KKP Kelas I Makassar Bapak dr. Darmawali Handoko, M.Epid
juga menyatakan walaupun jemaah haji yang sudah istitaah dan masuk asrama haji
akan dilihat lagi apakah jemaah tersebut sudah dalam kondisi laik terbang atau
tidak. Dalam melakukan perjalanan international menuju Arab Saudi
maka jemaah haji wajib mengikuti peraturan perjalanan international sesuai yang
ditetapkan dalam PMK No 62 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Haji, dimana
syarat laik terbang sesuai yang disyaratkan oleh IATA (International Air Transport
Association). Kondisi laik terbang diperlukan bagi penumpang pesawat
karena kondisi medis berpengaruh pada keamanan dan keselamatan penerbangan. Kondisi tersebutlah yang menyebabkan
mengapa penumpang pesawat perlu diperiksa terutama pada jemaah haji. Kepala KKP
Kelas I Makassar menjelaskan bahwa ada 3 faktor yang berpengaruh dalam kondisi
laik terbang yaitu Faktori Psikologik, Faktor Fisiologik dan Faktor Fisik. Beberapa
penyakit yang dapat menjadi berat dalam perjalanan udara mengingat tekanan
udara berbeda dengan tekanan udara pada saat di darat.
Ada yang berbeda dalam penyelenggaraan kesehatan haji tahun
2018 yang akan datang. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Bidang Pembinaan & Pengendalian Faktor Risiko Kesehatan
Haji Pusat Kesehatan Haji Kemkes RI Bapak. dr. Maliki yang menyatakan bahwa
pada tahun 2018 penggunaan BKJH sudah tidak lagi digunakan dan digantikan oleh
Elektronik BKJH sehingga semua data kesehatan jamaah haji sudah terekam di Pusat
Data Indonesia. Penerapan e-BKJH sebelumnya telah diuji coba di salah satu
embarkasi di Jawa yaitu embarkasi JKS pada tahun 2017 yang lalu. Penerapan e-BKJH
secara nasional akan berbeda berdasarkan wilayah jemaah haji.
Penggunaan gelang RISTI juga berbeda dengan tahun sebelumnya.
Tahun 2018 penggunaan gelang RISTI hanya 1 warna saja yaitu orange yangmengandung
makna emergency. Penggunaan gelang satu warna lebih memudahkan dalam
operasional dan lebih mudah dikenali oleh petugas.
Kartu Kewaspadaan Kesehatan Jamaah Haji (K3JH) yang biasa
melekat pada BKJH akan diformat ulang dalam e-BKJH sehingga fungsi pemantauan
jamaah haji pasca kepulangan tetap dapat dilakukan, begitu juga dengan International Certificate Vaccination
(ICV) meningitis meningococcus yang
juga biasa melekat pada BKJH pada jamaah tetap ada tapi format fisiknya akan
diatur dengan kartu e-BKJH.
Kebijakan mengenai
kekarantinaan kesehatan dalam rangka pencegahan dan pengendalian penyakit pada
penyelenggaraan kesehatan haji tahun 2018 disampaikan oleh Bapak Iqbal
Djakaria Kasi Kekarantinaan Dirjen P2P
Kemkes RI. Vaksinasi merupakan salah satu tindakan karantina dimana
setiap masyarakat yang akan melakukan perjalanan ke suatu daerah endemik
penyakit tertentu harus mendapatkan vaksinasi. Dalam hal ini jamaah haji wajib
untuk mendapatkan vaksinasi Meningitis Meningococcus
dengan tujuan mencegah pelaku perjalanan mendapat infeksi penyakit menular di
tempat tujuan, mencegah pelaku perjalanan membawa penyakit menular dari tempat
keberangkatan ke tempat tujuan dan mencegah pelaku perjalanan membawa penyakit
menular dari tempat tujuan pulang kembali ke tempat keberangkatan. Fungsi
Kekarantinaan bukan hanya diterapkan di pintu masuk negara dalam hal ini Bandar
Udara atau Pelabuhan Laut namun juga kekarantinaan di wilayah juga harus tetap
ditingkatkan dalam hal ini untuk mengantisipasi bila terjadi kasus-kasus yang
dapat menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (KKMMD). Pelaksanaan
surveilans kesehatan haji terutama pasca kedatangan selama 14 hari tetap harus
dilakukan untuk mendeteksi secara cepat bila terjadi kasus penyakit yang dibawa
oleh jamaah haji.
Latest News
- KEMITRAAN DIKLAT BBKK MAKASSAR DILEBARKAN DENGAN KERJASAMA PENDIDIKAN NON KESEHATAN
- PERKUAT IMPLEMENTASI KEKARANTINAAN KESEHATAN, BBKK MAKASSAR MELAKUKAN KERJASAMA DENGAN UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO
- Tingkatkan Keamanan Pangan, BBKK Makassar Laksanakan Edukasi bagi Penjamah Makanan di Lingkungan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin
- Upaya Tingkatkan Implementasi SSm Pengangkut : KSOP Makassar gelar Rapat Koordinasi
- PENGAWASAN PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR DI BALAI BESAR KARANTINA HEWAN, IKAN DAN TUMBUHAN (BBKHIT) WILKER PELABUHAN MAKASSAR